17 Agustus 2010

65 Tahun Indonesia Merdeka

Bagi manusia usia 65 tahun adalah umur yang cukup matang untuk menjalani kehidupan, begitupula untuk usia sebuah negara merdeka dengan sumber daya alam yang melimpah seharusnya bisa lebih mandiri terutama dalam menyejahterakan rakyatnya.  Sebuah negara yang merdeka dengan kekuatan sendiri bukan karena pemberian para penjajah seharusnya lebih berpengalaman dalam menata kehidupan bernegaranya, dibandingkan negara-negara yang kemerdekaannya hasil dari pemberian penjajah seperti malaysia, brunei, singapura dan lain-lain.
Dan tidak dipungkirin kalau kita mau bernostalgia sejenak menengok sejarah bangsa Indonesia, bangsa ini selalu menjadi pelopor bagi event-event berskala internasional, sebagai salah satu contoh adalah Konperensi Asia Afrika.  Pada masa Orde Baru Indonesia menjadi sebuah negara yang disegani oleh dunia terutama di Asia Tenggara, tidak salah kalau mendapat julukan macan Asia. Banyak negara-negara di Asia belajar ke Indonesia.

Tapi apa yang terjadi setelah lengsernya Orde baru, sedikit demi sedikit bangsa Indonesia mengalami keterpurukan di segala sisi, masalah demi masalah seperti tak kunjung hilang.  Pemerintahan yang baru seperti kewalahan menangani masalah bangsa ini, justru diantara mereka saling menjatuhkan satu sama lain dengan mengatasnamakan demokrasi dan kebebasan berpendapat.
Bangsa Indonesia di mata dunia hanyalah dianggap sebagai pelengkap menderita tanpa dipandang sebelah mata, bahkan negara-negara tetangga yang dulunya sangat menghormati bangsa Indonesia kini mulai mengusik kedaulatan negara ini, dari segi batas negara, budaya dan banyak hal mereka mulai menyerang melihat ketidakberdayaan bangsa ini.
Di dalam negeri sendiri rakyat juga sudah kurang percaya dengan para pemimpin dan pejabat bangsa ini menyusul dengan banyaknya kasus korupsi di kalangan pejabat pemerintah, DPR, kehakiman dan instansi kepolisian sedangkan rakyat di negeri ini masih banyak yang hidup dalam kemiskinan.  Dari segi hukumpun demikian, palu hukum akan memukul sangat keras terhadap kalangan bawah tetapi seperti malu-malu jika harus menghadapi kalangan atas.  Gelandangan dan pengemis bertebaran di jalan-jalan, sedangkan sudah jelas tertulis di UUD45 pasal 34 : Fakir Miskin dan Anak-Anak terlantar dipelihara oleh negara.  Apakah itu hanya sebuah tulisan pemanis undang-unadang dasar?
Negara ini sebenarnya bukanlah negara miskin, negara ini sebenarnya mampu menyejahterakan rakyatnya, tapi karena para pemimpin dan birokrat negara ini memang kurang niatnya untuk menyejahterakan rakyatnya jadilah pusaran kesejahteraan hanya ada pada mereka dan kelompoknya.  Rakyat dengan berkeringat membayar pajak, membayar listrik, air dan sebagainya tetapi tetap saja rakyat yang akan menjadi korban pertama jika terjadi korupsi, pemadaman listrik, kenaikan tarif yang selalu disertai dengan kenaikan harga bahan pokok.
Jika kita melihat demokrasi sebagai ungkapan kekuasaan negara di tangan rakyat tetapi mengapa justru rakyat hanya menjadi obyek pelengkap dan penderita sedangkan para wakil rakyat yang notabene merupakan perpanjangan dari amanat rakyat justru berpesta pora dengan kemewahan.
Para pejuang yang telah gugur sebagai pondasi berdirinya negara ini berharap bahwa apa yang mereka perjuangkan tidaklah sia-sia agar anak cucu mereka dapat hidup merdeka dan sejahtera di negerinya sendiri, hal itu bukanlah harapan yang muluk-muluk sebagai pengganti darah dan nyawa yang mereka korbankan.  Bukan perayaan yang megah dengan biaya milyaran rupiah, atau taburan bunga di makam-makam pahlawan, untuk apa mereka dikenang jika bangsa ini tidak bisa mewujudkan visi dan misi yang mereka perjuangkan demi tegaknya sebuah negara Indonesia yang berdaulatan dan sejajar dengan negara dan bangsa lain.
Bangsa ini sudah 65 tahun merdeka sudah selayaknya mewujudkan apa yang dicita-citakan para pahlawan bukan cuma kata-kata dan tulisan indah yang menghiasi monumen-monumen perjuangan.
DIRGAHAYU INDONESIAKU, MAJULAH MENUJU KEJAYAAN YANG TELAH HILANG

Tidak ada komentar:

Posting Komentar